Bakteri enterobacter sakazakii adalah bakteri jahat yang terdapat di usus dan bisa menyebabkan penyakit radang selaput otak atau meningitis.
Selain hasil penelitian IPB itu, seorang bapak bernama Yanwarinson yang bermukim di Jakarta Selatan melaporkan anaknya yang masih berusia empat bulan terserang bakteri enterobacter sakazakii. Akibat serangan bakteri yang ditemukan pertama kali di Jepang itu, putrinya mengalami diare dan mencret-mencret hebat.
Kabar ini tentunya menjadi momok bagi para ibu yang memiliki bayi. Namun, satu kesimpulan berhasil dirumuskan, Air Susu Ibu adalah segalanya. ASI tidak bisa digantikan oleh susu formula apa pun yang berasal dari susu sapi.
Dan ada ajakan untuk kembali ke ASI, bukan ke susu formula. Seruan ini seperti yang disampaikan oleh Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI).
Menurut ketua AIMI Mia Sutanto, ASI adalah satu-satunya sumber nutrisi yang terlengkap dan terbaik untuk bayi dan balita. "Nutrisi dan kalori yang terkandung di dalam ASI sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi, jadi tidak perlu tambahan susu formula apa pun," ujar Mia.
Mia mengatakan bahwa ASI mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air garam, dan gula yang semuanya sudah secara khusus dikomposisikan sesuai dengan kebutuhan bayi.
Berdasarkan penelitian para pakar kesehatan, ASI memenuhi kebutuhan kalori sebesar 100% untuk bayi berusia 0-6 bulan, 70% untuk usia bayi 6-12 bulan, dan 30% untuk anak usia di atas 12 bulan.
Oleh karena itu, pemberian susu formula setelah masa ASI eksklusif juga tidak begitu diperlukan. Selama ini banyak ibu berpendapat setelah masa pemberian ASI eksklusif selama enam bulan atau anak sudah berusia setahun, wajib memberikan susu formula.
Padahal menurut Mia, selama anak masih mendapatkan ASI, pemberian susu formula tidak diwajibkan.
Bukan produk steril
Selain alasan nilai gizi yang masih baik untuk anak, ada pertimbangan yang wajib diketahui para ibu sebelum mereka memberikan anaknya susu formula. Salah satunya adalah susu formula bukanlah produk yang steril.
Hal itu terbukti adanya temuan para pakar biologi dari IPB yang menyebutkan adanya kandungan bakteri dalam susu formula. Ini membuktikan, kualitas ASI lebih baik dari susu formula jenis dan merek apa pun.
"Tidak ada satu pun susu formula yang komposisi dan kualitasnya mendekati ASI, dan pemberian susu formula bukannya tanpa resiko," ujar Mia.
ASI juga mengandung sel-sel hidup yang berperan sebagai zat anti infeksi dan imunitas alami untuk melindungi bayi dari berbagai ancaman penyakit, dan sel-sel hidup itu tidak ada dalam susu formula apa pun.
Bukan hanya itu saja keunggulan ASI. Faktor kedekatan ibu dan anak (bonding) selama proses menyusui menjadi hal yang sangat penting.
Program pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama sejak kelahiran menjadi kampanye yang terus didengungkan oleh berbagai elemen pemerhati anak mulai dari AIMI, Ikatan Dokter Anak Indonesia, hingga UNICEF.
Namun, upaya itu tidak sepenuhnya berhasil. Seperti yang disampaikan oleh Ali Khomsan, pakar gizi masyarakat dari IPB yang menyebutkan tidak banyak ibu memberikan ASI eksklusif setelah melahirkan akibat banyak faktor.
Salah satunya adalah kendala bagi para ibu yang bekerja, yang mengondisikan mereka harus kembali bekerja setelah tiga bulan cuti melahirkan.
Ini artinya, jatah anak mendapatkan ASI eksklusif ibunya hanya tiga bulan, bahkan dua bulan karena cuti melahirkan biasanya diberikan sebulan sebelum kelahiran.
"Kebijakan pemerintah kurang memenuhi target kampanye ASI eksklusif enam bulan. Ini yang perlu dipikirkan," ujar Ali.
Padahal, menurut Ali, negara-negara di Eropa memberikan penghargaan khusus kepada para ibu yang bisa memberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan. Sebaliknya di Indonesia justru pemecatan diberikan kepada ibu yang mengambil hak cuti selama itu.
Menanggapi adanya kemungkinan bakteri berbahaya yang masuk ke dalam kaleng susu formula, sebagai pakar gizi masyarakat Ali memberikan kemungkinan hal itu bisa saja terjadi.
Masuknya bakteri itu bisa akibat tahapan kontrol kualitas pabrik susu yang kurang maksimal, atau bakteri yang muncul dari bahan tambahan yang biasa dimasukkan ke dalam susu formula.
Oleh karena itu, Ali juga sangat mendukung kampanye kembali ke ASI, sebagai upaya mengembalikan peran ibu untuk optimal memberikan ASI kepada bayinya.
Tujuannya satu, yaitu untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih baik di masa depan. "Pastinya setiap keluarga menginginkan anak-anaknya menjadi generasi yang berkualitas. Lakukan langkah ini. Kembali ke ASI," ujar Ali.
Sumber: Bisnis Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar