Kamis, April 29, 2010

Minuman Berenergi Untuk Siapa?



Energy drink (minuman berenergi) bukan lagi monopoli pria. Wanita pun kini membawa-bawa jenis minuman ini di dalam tasnya. Kemasan minuman berenergi makin cantik. Bukan hanya dalam botol warna cokelat yang mirip botol obat batuk, tetapi juga dikemas dalam botol plastik, kaleng, atau berbentuk sachet. Karena botol plastiknya transparan, warnanya pun menarik hati. Kuning, merah, ungu, hijau, dan sebagainya. Rasanya juga ’lucu’. Ada rasa manis dan asam yang segar.

Penelitian yang dilakukan oleh Pennsylvania Medical Society’s Institute for Good Medicine pada 2008 menemukan bahwa 20% responden (usia 21-30) mengonsumsi minuman berenergi ini supaya tetap terjaga dan bisa belajar dan bekerja lebih keras. Sebenarnya, apa manfaat dari minuman ini?

KAFEIN BIKIN DEG-DEGAN
Minuman berenergi kerap disamakan dengan sport drink dan minuman isotonik. Apa sebenarnya perbedaan ketiganya? Emilia Achmadi M.Sc, ahli nutrisi dari Komunitas Sehati, menjelaskan, sport drink merupakan sebutan lain dari isotonik, untuk memberikan asupan gula dan ion ekstra saat berolahraga. Minuman berenergi mengandung zat perangsang, seperti kafein, dan cenderung mengandung gula lebih tinggi daripada minuman isotonik.

”Kafein berfungsi meningkatkan neurotransmitter (kelistrikan tubuh) sehingga kita seolah lebih bertenaga. Sedangkan gula memberikan sensasi segar, karena memberikan tambahan energi. Tetapi, energi gula akan memberi efek positif palsu. Cepat membuat segar, tapi cepat membuat lemas. Kebanyakan minuman berenergi juga mengandung vitamin B kompleks yang membantu proses metabolisme energi tubuh, agar energinya bisa dipakai,” kata dr. Phaidon Toruan MM, dari Jakarta Anti Aging dan Executive Fitness Consultant.

Khusus pada energy drink, karena mengandung gula, kalorinya cukup tinggi, tergantung pemanis yang dipakai. Di pasaran, ada minuman berenergi yang menggunakan pemanis buatan dan gula asli. Kalau gula asli, kata dr. Phaidon, hitung berat gulanya, lalu dikalikan dengan 4 kkal. Minuman berenergi dalam kemasan umumnya menggunakan gula sekitar 30 g – 40 g. Jadi, kalorinya kurang lebih 120 kkal - 160 kkal.

Kandungan gula yang tinggi juga membuat minuman berenergi memiliki sifat hipertonik (konsentrasi larutannya pekat karena mengandung gula lebih dari 10%). Jika asupan gula cukup tinggi, penyerapan air ke dalam tubuh akan terhambat, sehingga menimbulkan risiko dehidrasi. Makin banyak gula, penyerapan air makin pelan.

Selain itu, kandungan kafein dalam sebotol minuman berenergi cukup tinggi, yaitu antara 50 mg – 700 mg. Fungsinya memang seperti charger, tapi efek sampingnya jangan diabaikan. Antara lain, memacu detak jantung sehingga rasanya deg-degan terus dan meningkatkan tekanan darah. Orang yang sensitif terhadap kafein (pencernaannya, bukan perasaannya), penyakit maag-nya bisa kambuh. Ditambah lagi, kafein sendiri juga memiliki sifat diuretik, sehingga bisa meningkatkan risiko dehidrasi.

Sebenarnya, bagaimana batas aman asupan kafein ke dalam tubuh? ”Sangat individual, berbeda pada tiap orang. Tetapi, sebaiknya tak lebih dari 150 mg per hari,” saran Emilia.

Satu zat lain yang sering ditemukan dalam minuman berenergi adalah taurine (rata-rata 1.000 mg per kemasan). Ini merupakan salah satu asam amino (protein) yang fungsinya antara lain meregulasi konsentrasi air dan mineral di dalam darah. Beberapa penelitian menunjukkan adanya kemungkinan taurine memiliki kemampuan meningkatkan kemampuan atletik. Karena itu, beberapa minuman berenergi menambahkan taurine sintetis ke dalam produknya.

”Namun, hal ini masih kontroversial dan belum dikonfirmasi secara ilmiah melalui penelitian maupun studi kelayakannya. Yang jelas, mengonsumsi taurine dalam jumlah berlebihan (3.000 mg) hanya akan memperberat kerja ginjal untuk mengeluarkannya kembali melalui urine,” kata Emilia.

”Hal lain yang perlu diwaspadai adalah bahan baku sintetis. Mulai dari kafein, vitamin, dan juga gula sintetis. Karena itu, pasti ada efek jangka panjangnya terhadap lever,” kata dr. Phaidon. Belum lagi pewarna dan cita rasa yang juga sintetis.

TIDAK UNTUK SEMUA
Siapa orang yang paling tepat mengonsumsi minuman berenergi ini? Jawabannya: atlet. Itu pun atlet yang latihan fisiknya berjam-jam sehari (bukan atlet catur) dan orang yang pekerjaannya mengandalkan tenaga fisik cukup tinggi. Mereka bisa meminumnya sebelum melakukan pekerjaan fisik yang berat (untuk ’menyuntikkan’ energi) atau sesudah latihan (untuk mengembalikan energi).

Tapi, berapa lama, sih, ’suntikan’ energi dari minuman ini bisa bertahan dalam tubuh? ”Tidak bisa dipastikan, tergantung pada beberapa faktor. Pertama, suplai energi sungguhan yang tersimpan dalam tubuh dari jenis makanan yang dikonsumsi. Kedua, tingkat kebugaran seseorang. Ketiga, jenis kegiatan fisik yang sedang dikerjakan,” kata dr. Phaidon.

Bagaimana dengan kita, yang lebih banyak duduk di belakang meja? Yang olahraganya pun hanya kalau sempat dan sedang mood saja (itu pun hanya sebentar)? ”Lebih baik tidak usah mengonsumsi minuman ini. Berbahaya, sih, tidak. Namun, manfaatnya tidak ada. Lagi pula, bobot tubuh kita malah bisa bertambah, karena gula yang masuk ke tubuh tidak dipakai dan akhirnya tertimbun saja,” kata Emilia, menjelaskan.

Kalaupun ’ngidam’ minuman berenergi, dr. Phaidon dan Emilia sepakat, sebaiknya satu hari tidak lebih dari satu botol. Itu pun ada syaratnya: harus orang dewasa (18-55 tahun) yang sehat, tak punya gangguan kesehatan. Orang yang usianya di bawah 18 (apalagi yang masih anak-anak) atau di atas 55 tahun, serta ibu hamil dan menyusui, minuman berenergi ini tidak disarankan. Apalagi, jika memiliki gangguan fungsi organ, misalnya di saluran pencernaan atau ginjal. Tanpa asupan kafein saja, anak-anak cenderung mudah mengalami dehidrasi, karena aktivitas fisiknya cukup tinggi.

Kita semua sudah paham betul, cara terbaik mendapatkan energi adalah dari makanan bergizi seimbang. Tapi, kalau stres melanda, kita sering tidak sempat makan. Atau, bahkan malas makan. Solusi kilat untuk mengembalikan konsentrasi, kita meneguk kopi. Meski, bagi sebagian orang, kopi tidaklah ada pengaruhnya. Tetap saja ngantuk.

Menurut dr. Phaidon, kopi dan teh hijau memang termasuk energizer. Karena mengandung kafein, keduanya memiliki efek yang sama: bikin orang ‘bangun’. Bahkan, lebih bagus daripada minuman berenergi kemasan, karena merupakan bahan alami. Meskipun alamiah, sehatkah kita jika mengandalkan tambahan energi dari bercangkir-cangkir kopi dan teh hijau?

”Rasanya memang seperti mendapat tambahan energi. Padahal, sebenarnya itu energi kosong. Karena, tidak ada asupan zat gizi penting yang masuk ke tubuh. Sebaiknya, minum kopi itu maksimal 2 cangkir saja. Itu pun ukuran cangkir zaman dahulu, ya, bukan yang besar seperti di kafe,” kata Emilia, yang menyebutkan bahwa orang sering lupa bahwa tanin (kafein dalam teh) juga bersifat diuretik.

Bagaimana dengan ’ramuan ajaib’ ibu-ibu zaman dahulu: satu kuning telur ayam kampung dicampur madu dan jeruk nipis? Apakah ramuan itu bisa meningkatkan energi?

Emilia menegaskan, itu hanya mitos. Tak ada bedanya dengan mengonsumsi produk makanan lain yang mengandung vitamin, mineral, dan gula. Madu baik dikonsumsi, karena memiliki sifat antiseptik. Kuning telur juga sehat karena vitamin dan mineralnya penting untuk tubuh. Tapi, kuning telur juga mengandung lemak dan kolesterol. Selain itu, jika dikonsumsi dalam keadaan mentah, ada kemungkinan tubuh kita terkontaminasi bakteri Escherichia coli.

Penulis: Veronica Wahyuningkintarsih

[Dari femina 17 / 2010]

1 komentar:

  1. Kuncinya masyarakat konsumen harus hati-hati dengan minuman berenergi yang ada dipasaran

    BalasHapus